Sabtu, 02 Juli 2011

fisiologi (laporan praktikum alat pencernaan unggas)

I. PENDAHULUAN

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mempelajari, mengetahui, dan memahami nama dan fungsi bagian alat pencernaan.

Struktur saluran pencernaan berbeda pada setiap hewan, hal ini karena adanya proses adaptasi terhadap bahan pakan. Sepanjang saluran cerna terdapat bagian-bagian organ yang mempunyai fungsi berbeda-beda, misalnya mulut untuk menghancurkan, esophagus untuk menyalurkan bolus ke lambung dll.

Pada karnivora saluran cerna lebih pendek dan sederhana, sedang pada herbivora sangat panjang dan komplek. Lambung herbivora non-ruminansia (mis.kuda dan kelinci) relative sederhana dan mirip lambung karnivora, sedang usus besarnya sangat komplek dan lebih besar dari pada usus kasar herbivora Lambung ruminansia sangat komplek dan besar, sedang usus kasarnya sebesar pada herbivore non-ruminansia. Pada unggas pemakan biji terdapat bagian organ saluran cerna yang berkembang baik yaitu tembolok dan ventrikulus.

II MATERI DAN METODE

Materi


· Ayam

· Pisau

· Plastic sebagai alas


Metode

- langsung

Tata kerja

1. Hewan coba dimatikan dengan jalan disembelih pada bagian lehernya.

2. Dengan pisau dibelah pada bagian ventral (perut) dari otot perut-selangkangan sampai faring (ujung leher=tekak).

3. Tulang dada dipotong pada bagian tengahnya (tulang rawan = warna putih opage) sehingga esophagus dapat di preparer (dipisahkan).

4. Semua saluran cerna (esophagus sampai anus) dipisahkan (diangkat) dari tubuh hewan, kemudian dipaparkan di atas alas plastic.

5. Setiap bagian organ cerna digambar serta disebutkan nama, dan fungsinyai.

III HASIL PENGAMATAN

Hewan : ayam

Gambar organ

No

Nama organ

Fungsi

1

Esofagus

Hanya sebagai penyalur makanan ke ingluvies.

2

Tembolok (ingluvies)

Tempat penyimpan makanan sementara,dan makanan menjadi lembek

3

proventikulus

Mempunyai lapisan submukosa yang kaya akan kelenjar kelenjar-kelenjar sekretoris yang menghasilkan HCL dan pepsin

4

ventrikulus

Sebagai penggerus

5

pankreas

Menghasilkan enzim amilase, tripsinogen, chymotripsinogen, karboxipeptidase, lipase dan bikarbonat (elektrolit)

6

Duodenum

Mensekresi mukus, sebagai absorpsi.

7

Jejunum dan ilium

Sebagai absorpsi

8

Caekum

Wadah atau tempat proses fermentasi dan perendaman

9

Colon

tempat terjadinya fermentasi dan absorp air dan elektrolit secara intensif

11

kloaka

Merupakan ruang untuk menyimpan urin dan faeces

IV. BAHASAN

Pencernaan pada unggas pada dasarnya hampir sama dengan pencernaan pada mammalia, hanya ada beberapa perubahan pada saluran pencernaan. Saluran pencernaan unggas dapat dianggap sebagai sebuah pipa yang berlapis tiga dengan modifikasi pada daerah-daerah spesifik untuk melaksanakan berbagai fungsi. Ke-3 lapisan itu adalah lapisan muskularis, submukosa dan mukosa. Gerak mekanis makanan dari paruh ke kloaka terselenggara oleh kontraksi-kontraksi peristalsis lapisan muskularis. Mukus (lendir) di-sekresikan sepanjang saluran pencernaan oleh sel-sel dalam mukosa dan bertindak sebagai pelumas. Diantara lapisan muskularis dan mukosa terletak submukosa yang mengandung kelenjar-kelenjar sekretoris.

Proses pencernaan makanan pada ayam yaitu paruh mengambil makanan, lidah mendorongnya ke dalam esofagus. Mukosa mulut serta esofagus menghasilkan saliva, proses berjalan cepat dan digesti dapat diabaikan, lalu disalurkan ke tembolok. Adanya tembolok memungkinkan unggas untuk menerima makanan lebih cepat daripada absorpsinya. Bila unggas dipuasakan makanan pertama yang dimakan langsung masuk proventrikulus, lubang ke tembolok tertutup. Makanan berikutnya disimpan dalam tembolok selama beberapa menit sampai beberapa jam, tergantung pada konsistensinya dan respons ventrikulus. Makanan basah yang digerus halus cepat dikeluarkan, sedang makanan kering yang kasar tinggal lebih lama. Di alam tembolok makanan disimpan sementara dan menjadikan makanan tersebut lembek, dan juga terjadi aktivitas mikroba,dan terjadi vermentasi. Setelah itu makanan masuk ke proventikulus(lambung yang mempunyai kelenjar sekretoris yang menghasilkan HCL dan pepsin,oleh karena itu proses pencernaan unggas di usus halus terjadi secara enzimatis. Setelah itu makanan masuk ke ventrikulus, organ ini dilapisi oleh epitel kolumner yang berkeratin, organ ini berperan sebagai penggerus makanan. Bahan makanan dalam empedal digerus sampai cukup lumat untuk dikeluarkan melalui sphincter ke dalam duodenum. Jonjot-jonjot mukosa di daerah ini mencegah keluarnya partikel makanan yang besar dan grit. Setelah itu makanan ke intestinum tenue yang mempunyai banyak sel piala (goblet cells) yang berfungsi mensekresi mukus. Lipatan pada submukosa (plica kerkringi), villi sebagai absorpsi. Setelah itu ke intestinum crassum. Ke kolon yang mampu mengadakan gerakan peristaltik, organ ini berotot yang mampu mengadakan gerakan antiperistalsis yang membawa kembali isinya ke dalam caeca. Sphincter pada batas ileum- colon mencegah gerakan bahan masuk ke dalam ileum. Kolon itu sangat pendek. Lalu ke caekum sebagai kamar vermentasi dan diproduksi vit B. Pengisiannya dan pengosongannya diatur oleh otot-otot sphincter.

Dan yang terakhir sampai ke kloaka. Kloaka mempunyai ruang simpan yang besar untuk urine dan faeces yaitu Coprodaeum. Ruang yang lebih kecil (urodaeum) menerima oviduct atau jendolan genital jantan dan ureter. Ruang ke-3 (protodaeum) yang dekat lubang keluar, fungsinya belum diketahui. Lembaran-lembaran mukosa membatasi ke-2 ruangan itu. Kloaka dilapisi villi pendek dan lebar serta mempunyai lapisan otot yang berkembang dengan baik untuk mengeluarkan faeces dan untuk retroperitalsis bahan-bahan yang masih banyak mengandung air. Oleh karena itu di caekun dan kolon juga terjadi absorpsi air.

V. SIMPULAN

Saluran pencernaan pada ayam yaitu dimulai dari mulut, esofagus, tembolok, proventrikulus, ventrikulus, intestinum tenue ( duodenum, jejunum, ileum), intestinum crasum(kolon, rektum, caecum). Dan yang terakhir kloaka.




KEPUSTAKAAN

Siswanto. 2009. Bahan Ajar Fisiologi. Laboratorium Fisiologi Universitas udayana. Denpasar.

fisiologi (JUMLAH BUTIR DARAH MERAH (ERITROSIT), PCV, DAN KADAR HEMOGLOBIN)

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI VETERINER

JUMLAH BUTIR DARAH MERAH (ERITROSIT), PCV, DAN KADAR HEMOGLOBIN

oleh

Dyah Ayu Sismami

NIM : 0809005041

Anggota kelompok : A 6

LABORATORIUM FISIOLOGI VETERINER

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2005


PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang maha esa atas kuasanya, sehingga dapat diselesaikannya tulisan laporan ini dengan baik.

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas atas selesainya dilakukannya praktikum di laboratorium fisiologi veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Univ. Udayana.

Segala kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kebaikan dari tulisan ini, dan tak lupa penulis ucapkan banyak terikasih.

Denpasar, 21 november 2008

Hormat saya

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Judul Halaman

Halaman Judul .................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

I. PENDAHULUAN ............................................................................................

II. MATERI DAN METODE ...............................................................................

III. HASIL PRAKTIKUM .....................................................................................

IV. BAHASAN ....................................................................................................

V. SIMPULAN ....................................................................................................

KEPUSTAKAAN .................................................................................................

iii

I. PENDAHULUAN

Untuk megetahui jumlah eritrosit dapat dilakukan penghitungan eritrosit dengan menggunakan hemasitometer. Agar leukosit tidak mengganggu dalam proses penghitungan, maka dihancurkan dengan menambahkan larutan Hayem. Dengan pengenceran darah 200X menggunakan pipa toma, kemudian sel dihitung setiap 1ml darah. dibawah mikroskop dengan glass neaubauer.

Warna merah darah dikarenakan adanya hemoglobin yang berada dalam cairan eritrosit, senyawa ini merupakan suatu protein yang terdiri dari protoporfirin, globin, dan besi bervalensi 2 (Fe++ = Ferro). Kadar hemoglobin dalam darah dapat diukur dengan beberapa cara antara lain cara Sahli, kertas Talquist Adam ataupun metode Sianmethemoglobin (spektrofotometri).

Pada metode Sahli darah ditambahkan senyawa HCl 0.1 N sehingga ertrosit akan hemolisis, dan hemoglobin yang keluar keplasma akan tereduksi oleh HCl membentuk asam-hematin yang berwarna coklat. Kemudian dengan menambahkan aquades hingga warna asam-hemati sama dengan warna standar, maka diperolehlah kadar hb dam gr%.

Metode Talquist Adam adalah metode yang ditujuak untuk menentukan kadar hb di lapangan, karena metode ini praktis, efsien, tetapi keakuratan (presisi) yang rendah. Cara ini berpedoman pada intensitas warna darah pada kertas talquist dengan warna standar.

Darah terdiri dari beberapa elemen yakni bagian cair dan padat, bag. padat sediri terdiri dari eritrosit, leukosit, dan keping darah. Dengan pengendapan (darah ditaruh dapam pipa/tabung melalui pemusingan (sentrifuge) secara sentrifugal, maka bagian padat darah akan mengendap pada ujung (sisi bawah tabung) yang berwarna merah. Sedangkan bagian atas adalah plasma, dan bagian tengah yang berwarna putih keabuan yang merupakan butir leukosit dan keping darah disebut buffy coat.

Nilai PCV adalah prosentase endapan yang berwarna merah terhadap volume total darah (merupakan prosentase eritrosit terhadap vol. Darah)

Maksud dan tujuan untuk menghitung dan mempelajari jumlah eritrosit tiap 100 ml darah, nilai padatan bagian solid darah, dan kadar hemoglobin dalam seiap 100 ml darah.

II. Materi dan metode

Alat dan bahan :

· Darah sapi, babi, ayam

· Larutan Hayem, Turk

· Mikroskop

· mikrohematokrit

· Seperangkat hemasitometer Neubauer, hemometer Sahli.

· Pipet droping

· Sentrifuge, mikrohematokrit reader

Metode :

- jumlah eritrosit : penghitungan langsung dengan hemositometer Neaubauer.

- Kadar Hb dengan : Sahli (komparasi warna asam hematin)

- PCV dengan sentrifugasi mikrohematokrit (pemampatan)

III. Tata kerja

a. jumlah eritrosit

1. Mengambil darah kedalam gelas arloji sebanyak kira-kira 2 ml.

2. mengIsap darah dengan pipet toma (warna pengaduk di bag. gembung warna merah) sampai angka 0.5 (tanpa satuan), kemudian dilanjutkan dengan menghisap larutan Hayem sampai tanda 101(tanpa satuan), pengenceran 200X.

3. Melepas selang penghisap, dan memegang kedua ujung pipet dengan ibu dan jari tengah, megoyangkan membentuk angka 8 sampai capur benar (selama 1 menit, kec. 50/menit).

4. Sebelum diteteskan ke bilik hitung, cairan yang ada disepanjang ujung pipet sampai pipet bagian gembung dibuang.

5. Kamar hitung dan gelas penutup dibersihkan dari kotoran dan minyak dengan tisue, lalu kamar hitung ditutup dengan gelas penutup, Diletakkan di atas meja.

6. Menuangkan dengan jalan meneteskan cairan dari pipet kira-kira 0.5 tetes. Saat cairan masih menempel pada ujung pipet disentuhkan pada sisi atas kamar hitung dan pinggir gelas penutup. Ditunggu sampai cairan mengisi seluruh permukaan kamar hitung dengan cara gaya kapileritasnya (merembes dengan sendirinya). Dikerjakan juga pada sisi kamar hitung lainnya.

7. Kelebihan cairan dapat diisap dengan jari atau dengan sesuatu yang tidak menghisap,

8. Dibiarkan kamar hitung selama 2-3 menit agar eritrosit mengendap dan tetap pada tempatnya.

9. Menghitung dibawah mikroskop dengan pembesaran 250, atau 400X

10. Penghitungan dilakukan pada kotak eritrosit yaitu kotak bag. dalam (bergaris kecil) = A, B, C, D dan E. Menghitung jumlah sel dalam 5 kotak yang tiap kotak terdiri dari 16 kotak kecil (luas kotak kecil = 1/40 mm2 )

11. Untuk menghindari hitungan ulang (ganda), caranya adalah penghitungan dilakukan pada semua sel yang ada di dalam dan yang menyentuh garis di sisi kanan dan bawah kotak yang bersangkutan.

b. Kadar hemoglobin darah (hb)

1. Dimasukkan kurang-lebih 5 tetes HCl 0.1 N ke dalam tabung hemometer.

2. MengIsap darah dengan pipet hemometer sampai tanda garis 20 mm, membersihkan darah yang menempel pada sisi luar pipet.

3. Meniuplah secara perlahan darah kedalam tabung hemometer (ujung pipet tidak sampai menyentuh HCl), sisa darah pada sisi dalam pipet dapat dicuci dengan menghisap HCl dalam tabung 2-3 kali. Mencatat waktunya saat darah masuk ke dalam tabung.

4. Menggoyang-goyang tabung agar HCl dan darah bercampur dengan baik, warna menjadi coklat tua, taruh pada hemometer.

5. Menambahkan aquades setetes demi setetes sambil diaduk dengan alat pengaduk, sampai warnanya sama dengan warna standar.

c. PCV

1. Mengmbil darah ditaruh pada gelas arloji dan sentuhkan pipa kapiler dengan posisi horisontal, sehingga darah mengalir ke dalam pipa. Ditunggu sampai volume 3/4-6/7 penuh.

2. Menahan dengan jari pada salah satu ujung sehingga darah tidak mengalir keluar.

3. Menyumbat pipa mikrokapiler dengan malam dengan jalan ditekankan bagian bawah pipa pada permukaan malam.

4. Ditaruh pipa ke dalam alat pemusing (sentrifuge) dengan posisi bagian yang tersumbat disebelah luar.

5. Dipusingkan pada 5000 rpm selama 5 menit, Diambil dan dibaca dengan alat pembaca khusus.

IV. Hasil

Darah : sapi

No

Parameter

Hasil

1

Jumlah eritrosit (106/μl)

7940000

2

Kadar Hb (gr%)

14

3

PCV (%)

35

4

MCV (fl)

44,08

5

MCH (pg)

17,63

6

MCHC (%/dl)

40

V. Bahasan

Untuk mengetahui jumlah eritrosit dapat dilakukan penghitungan eritrosit dengan menggunakan hemasitometer. Agar leukosit tidak menggangu dalam proses penghitungan, maka dihancurkan dengan menambahkan larutan Hayem. Dengan pengenceran darah 200x menggunakan pipa toma, kemudian sel dihitung setiap 1 ml darah, di bawah mikroskop dengan glass neaubaeuer.

1.Jumlah eritrosit (y106/μl)yang didapat

Kotak A 165

Kotak B 165

Kotak C 144

Kotak D 170

Kotak E 150

Jadi jumlah seluruh eritrosit adalah 7940000 μl

2. Kadar Hb

Warna merah darah dikarenakan adanya hemoglobin yang berada dalam cairan eritrosit, senyawa ini merupakan suatu protein yang terdiri dari protoporfirin,globin, dan besi bervalensi 2. kadar hemoglobin dalam darah dapat diukur dengan beberapa cara salah satunya dengan metode sahli (komparasi warna asam hematin)

Metode ini ditambahkan senyawa HCl 0,1 N sehingga eritrosit akan hemolisis dan hemoglobin akan keluar ke plasma akan tereduksi oleh HCl membentuk asam – hematin yang berwarna coklat. Kemudian dengan menambahkan aquades hingga warna asam – hematin sama dengan warna standar, maka diperoleh kadar Hb dalam gr%.

Dan dalam percobaan kami, pembacaan pada skala hemometer warna kuning meunjukkan angka 14. jadi kadar Hb tersebut 14 gr%

3. PCV tidak ada percobaan dan hasilnya 35%

4. MCV

Menyatakan volume satu sel eritrosit ( satuannya fl = femotoliter)

MCV = PCV.10/ Jml eritrosit = 35.10 / 7,94 = 44,08

5. MCH

Menyatakan rata jumlah Hb satu sel eritrosit ( satuannya pg = pikogram)

MCH= Hb (g/ dl )x 10 / eritrosit= 14x10 / 7,94 = 17,63

6. MCHC

Menyatakan rata kadar Hb setiap eritrosit (g/dl=%)

MCHC = Hb (g/ dl )x 100 / PCV =14 X100 / 35 =40

VI. Simpulan

Darah terdiri dari beberapa elemen yakni bagian cair dan padat, bagian padat sendiri terdiri dari eritrosit, leukosit, dan keping darah. Dan semua itu bisa diukur oleh pengukur tertentu. Yaitu hemasitometer untuk mengukur jumlah eritrosit,metode sahli untuk mengetahui kadar hemoglobin.dan hasinya itu dapat digunakan untuk mengukur PCV, MCV, MCH , MCHC.

KEPUSTAKAAN

Siswanto. 2008. Bahan Ajar Fisiologi. Laboratorium Fisiologi Universitas udayana. Denpasar.