Selasa, 25 Oktober 2011

HEWAN LAB

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sapi dan kerbau tidak lazim digunakan di laboratoriurn diban-dingkan domba dan kambing. Alasan utama adalah besarnya Pembangunan fasilitas untuk kandang dan penanganan yang aman lebih. mahal dan untuk meraberi makan hewan-hewan tersebut sangat mahal. Tetapi kerbau pada khususnya, secara ekonomis sangat pen-ting di negara-negara berkembang di daerah tropis, oleh karena itu mungkin penting suatu lembaga penelitian mempunyai fasilitas yang memadai untuk hewan-hewan ini sehingga dapat dilakukan penelitian terapan. Sapi, jika dipelihara di laboratoriurn terutama digunakan un­tuk penelitian hewan sesama jenis misalnya: penelitian nutrisi, tefisio logi, penyakit dan metabolisme. Sapi dan kerbau jarang diteinakkan di laboratoriurn, untuk praktisnya hewan itu dibeli dari peternak atau penjual terpercaya di luar laboratorium. Jika diperlukan jaringan atau cairan tubuh, biasanya mudah diperoleh dari rumah potong.

I.2 Tujuan Penulisan makalah

Tujuan kami melakukan penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai penggunaan hewan besar sebai bahan percobaan di laboratorium serta mengetahui management dalam penguasaan hewan

BAB II

PEMBAHASAN

Biologi Umum

Seperti domba dan kambing: sapi dan kerbau telah dijinakkan ribuan tahun. Di daerah tropic dan daerali sedang, sapi dipelihara untuk produksi susu dan daging, sebelum di negara maju ada me-kanisasi, sapi digunakan sebagai hewan ternak tarik. Hewan-hewan tersebut masih digunakan sebagai hewan tarik di negara berkembang, terutama untuk angkutan dan kerja pertanian misalnya I'nembajuk. Kerbau berasal dari Asia dan merupakan hewan penting dalam ekonomi pertanian di lebih dari 20 negara berkembang yang menggunakannya sebagai hewan kerja, untuk dag;ng dan kadang-kada.ig untuk susu. Robinson (1977) menaksir terdapat lebih dari 6 juta sapi dan kira-kira 2,5 juta kerbau di Indonesia.

Di Indonesia terciapat lima bangsa sapi utama. Onggole. Bali. Madura, Grati dan Kelantan. Sapi Onggole (Bos indicus) asiinya diimpor dari India. Sapi ini besar, yang jantan mempunyai berat badan 800 Kg atau lebih, dan dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan dengan baik (Robinson, 1977) Sapi Bali (Bos javanicus) tidak identikdengan banteng liar asli. Sapi Bali jantan berwarna hitam. dan berat badannya sampai 400 Kg, yang betina berwarna merah dengan garis hitam jelas disepanjang punggung, baik jantan maupun betina mempunyai pantat belang putih. Sapi Madura berwarna kecokbtan sampai merah dan yang jantan dapat mencapai berat 300-350 Kg, Bangsa sapi ini aipelihara secara murni di pulau Madura dan biasa digunakan untuk karapan sapi. Sapi Grati berasal dari bangsa Holstein-Friesian dari daerah beriklim sedang tetapi banyak yang telah disilangkan de­ngan sapi Onggole untuk meningkatkan toleransinya terhadap lingkungan. Bangsa sapi ini dulu merupakan dasar industri kecil sapi perah di Indonesia, tetapi akhir-akhir ini telah diimpor Holstein-Friesian lebih banyak. Sapi Kedah-Kelantan banyak ditemukan di Suniatera. Sapi-sapi ini kecil, kompak dengan warna bervariasi dari hitam sampai coklat muda.

Hampir semui kerbau di Indonesia adalah kerbau lumpur. Ada sedikit kerbau murah di Suniatera Utara yang digunakan untuk produksi' susu, dan kerbau kecil atau Anoa (Anoa depressicornis) ditemukan di Sulawesi. Ada tipe khusus atau bangsa kerbau lumpur yarg lebih disukai di beberapa daerah misalnya kerbau belang hitam dan putih "Tedong bonga" dari Toraja atau kerbau putih di Bali bagian utara. Berat kerbau jantan dewasa kurang-lebih 700 Kg. Robinson (1977) mengungkapkan penggunaan utama kerbau dan sapi di Indonesia.

Sapi mempunyai kebiasaan makan mirip dengan domba kecuali bahwa di penggembalaan sapi lebih menggunakan lidah daripada bibir untuk makan. Oleh karena itu, sapi lebih suka digembalakan di rumput panjang sedang domba dapat memanfaatkan padang rumput yarg sangat pendek. Kerbau sangat suka air, suka berkubang, lebih-lebih waktu hari panas dan malam hari. Kerbau sangat suka ar tergenang dan lumpur.

Data biologis sapi tertera pada Tabel 10.1 dan kerbau :ertera pada Tabel 10.2. Banyak buku bacaan tentang pemeliharaan sapi potong atau sapi perah tetapi umumnya menekankan pada sistem pengelolaan dan penggunaannya di daerah berik'im sedang dan masa'ah-masalah berkaitan dengan sistem itu. Kecuali besarnya anatomi sapi dan kerbau. Pada dasarnya serupa dengan domba. Sebagai hewan memamah-biak, pada dasarnya metabolismenya juga mirip dengan domba dan kambing. Mitruka dan Rawnsley (1981) menyediakan daftar sangat bermanfaat tentang nilai biokemis dan hematologis normal untuk sapi, dan Canfield et al (1984) dan Sulong et al (1980) melengkapi daftar serupa untuk kerbau. Cockrill (1977) memberi gambaran umum tentang peternakan kerbau dan King (1971) dan Wiison (1971) berturut turut memberi uraian umum tentang peternakan sapi perah dan sapi potong. Buku ajar yang bennanfaat tentang pengelolaan dan nutrisi kerbau adalah Ranjhan dan Pathak (1979) dan Cockiill (1974) adalah buku ajar r umum yang baik sekali tentang kerbau. Buku-buku ajar yang baik tentang penyakit adalah Blood et al (1979), Jubb dan Kennedy (1970;, Ristic dan Mclntyre (1981).


Tabel 10.1. Data Biologis Sapi

Lama hidup : 20—25 tahun, bisa sarnpai 30 tahun

Lama produksi ekonomis : kira-kira 15 tahun

Lama bunting : 280 hari (275-283 tori)

Umur disapih : kira-kira 6 bulan

Umur dewasa : kira-kira 2 tahun

Umur dikawinkan : 18—27 buhn

Siklus kelamin : poliestrus

Siklusestrus : 17-20 hari

Periode estrus : 6-30 jam

Perkawinan : pada waktu estrus

Ovulasi : 10—15 jam sesudah estrus teijadi, spontan

Fertilisasi : beberapa jam sesudah cvulasi

Implantasi : 25—35 hari sesudah fertilisasi

Berat dewasa : 300-600 Kg betina, 350-1.000 Kg jantan

Berat lahir : 22-50 Kg

Jumiahanak : I, kadang-kadang 2

Suhu(rcktal) : 38,0-39,0°C (rata-rata 38,6°C)

Pernapasan : 27—40/menit

Denyutjantung : 40—58/menit

Tekanan darah : 121-166 sistol; 18-120 diastol

Konsurnsi energi : kira-kira 15 kal/Kg/hari

Volume darah : 52-63 ml/Kg

Sel darah merah : 5,8-10,4 x 106/mm3

Sel darah putih : 6,5-12,0 x 103/mm3

Neutrofil : 21-41%

Linfosit : 42-61%

Monosit : 2,5-13,5%


Hosinofil : 3,6-15,49;

PCV : 33-47%

Trombosit , : 175-525 x 103/mm3

Hb : 8,6-14,4 g/100ml.

Protein plasma . 5.9-8,6 g/lOOml

ALP : 94 170 IU/liter

AST (SCOT) : 8,5-93,0 IU/liter

CPK ' : 66-120 IU/liter

Kolesicol . 80-170 mg/100ml

Air kencing : 17—45 ml/Kg/hari

Susu : air 86-89%, lemak 3,5-4,7% protein

3,2-3.7% giila 4,6-4,7%

Puting susu : 4 puting

Plasenta : mesokorial kotiiedoner, semiplasenta

Uterus : 2 kornu, panjangnya 25-40 cm, dan badan panjangnya 4-5 cm

Kromosom : 2n=60

Gigi : 0033 / 4033

Imunitas pasif : hanya melalui usus, dari kolostrum

Tabel 10.2. Data Biologis Kerbau

Lama hidup : 20-30 tahun bisa sampui 40 tahun

Lama produksi ekunomis : 15—20 tahun

Lama bunting . 316 hari (312-320 hari)

Umur disapih : kira-kira 8 bulan

Umur dewasa : kira-kira 3 tahun

Umur dikawinkan : 24-36 bulan

Siklus kelamin. : poliestrus

Siklus estrus : 21 hari

Pcrioac cstrus : 24—30jam

Perkawinan : pada waktu estrus

Ovulau : 15—20 jam sesudah estrus tsrjadi, spontan

Fertil'sasi : 2—4 hari sesudah kawin

Berat dewasa : 300-700 Kg

Bcratlahir : 25-40 Ky

Jumlah anak : 1, jarang 2

Suhu(rektal) : 37,4-38,7°C ("rata-rata 38,2°C)

Pernapasan : 20-23/menit

Dcnyut jaitung 55-70/menit

Konsumsi encrgi : kira-kira 15 kal/Kg/haii

Volume darah : 50-55 ml/Kg

Sel darah merah L : 6,4-11,2 x 106/mm3

Sel darah putih : 7,6-13,8 x 103/mir.3

Neutrofil : 24-44%

Limfosit ' : 43-61%

Monosit : 3-12%

Eosinofil : 1-10%

PCV _ ; 29-44%

Hb ' : 9,5-16,2 g/100ml

Protein plasma . : 6,4-8,1 g/100ml

ALP : 30-110 lU/liter

AST (SCOT) : 95-220 lU/liter

CPK : 30-240 IU/liter

Kolesterol serum . £-174 mg/lOOml

Susu : air 83-85%, lemak 7-9%, protein 3,5-5,0% gula 4,5-5,5%

Puting susu : 4puting

Plasenta : mesokorial kotiledoner, semiplasenta

Uterus : 2 kornu, panjangnya 27-36 cm, dan badan, panjangnya 0,5—1,2 cm

Kromosom : 2n=48 (Murrah; 2n=50)

Gigi : 0033/4033

Imunitas pasif : hanya melalui usus, dari kolostrur.n

Kandang

Meskipun kenyataannya kerbau banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis, kerbau tidak mempunyai ketahanan tinggi terhadap panas dalam arti fisiologis. Kerbau akan menderita stres jika dibiarkan lama di bawah sinar matahari langsung, atau jika bekerja pada waktu matahari panas. Karena faktor ini, kandang sapi dan kerbau di ling-kungan laboratorium serupa jika ruangan yang tersedia terbatas.

Jika untuk kandang sapi dan kerbau hanya tersedia tempat kecil periu dibangun kandang yang kuat, beratap dan mempunyai lantai beton. Meskipun hewan-hewan ini mungkin menurut dan mudah di-tangani, paling baik dibuatkan Kandang cukup besar dan aman sehing-ga hevvan dapat berjalan bebas di dalam kandang dan tidak harus diikat. Atap diperlukan untuk bernaung, tetapi sisinya harus terbuxa untjk memperoleh ventilasi baik. Lantai harus dari beton sehingga mudah di-bersihkan tiap hari.

Jika tempat luas cukup tersedia, sapi dan kerbau dapat ditempat-kan di luar samasckali. Totapi satu hektar hanya cukup untuk 4 atau 5 ekor dan ada masalah serupa seperti telah ditekankan pada domba dan kambing yaitu terkumpulnya telur dan larva parasit dalam. Hampir' dapat dipastikan bahwa kerbau juga akan membuat kabangan dan ini akan mengurangi tersedianya gembalaan. Tempat^ernaung juga harus disediakan, baik dengan pohon besar maupun dengan membangun tem-pat bernaung terbuka.

Seperti domba dan kambing, diperlukan pemeliharaan dan higiene, dengan stanidar sangat tinggi jika bedah percobaan akan diJakukan pada sapi atau kerbau, atau jika akan diternakkan di lembaga penelitian.


Alat-alat Makan dan Minum

Peralatan makan dan rninum untuk sapi dan kerbau mirip dengan yang telah diuraikan untuk domba dan kambing pada Bab 9, tetapi peralatan: seperti itu harus lebih besar dan kuat. Air bersih dan Legar harus tersedia setiap waktu. Sapi dan kerbau setiap hm perlu minum banyak air dan konsumsi meningkat jika sedang menyusui

Makanan

Seperti disebutkan pada bab sebelumnya, keperluan makana'n sapi sangat mirip dengan domba dan kambing. Kerbau sering diberi makan dengan kualitas lebih buruk dibanding dengan untuk sapi dan kerbau tampaknya dapat- tumbuh baik digembalaan jelek. Tetapi kerbau cepat memberi respon jika sedikit konsentrat ditambahkan pada rumput kasar yang biasa dimakan dan terutama hasil susu dapat me­ningkat dengan jelas.

Idealnya, makanan harus tersedia untuk sapi dan kerbau secara tidak terbatas. Sebagai ancar-ancar kasar, seekor hewan dengan berat kira-kira 500 Kg makan 20-25 Kg rumput gajah segar tiap hari, atau jika hijauan kering diperlukan 4—5 Kg tiap hari. Banyaknya makanan tiap ekor harus diperhatikan benar-benar sehingga jika perlu keperluannya tiap hari dapat ditambah atau dikurangi.

Menguasai dan Identifikasi

Meskipun sapi mungkin sukar diduga dan sukar ditengarani, masalah utama untuk memegang sapi dan kerbau di laboralorium semata-mata berkaitan dengan besar dan kekuatannya. Lain masalah bisa timbul jika orang tidak berpengalaman menangani hewan besar ini. Jika mungkin, paling baik memilih orang yang telah mempunya pengalaman sebelumnya di desanya sendiri.

Jika akan mengambil darah atau sampel secara teratur, satu-satunyu cara yang benar-benar mumuaskan dan aman untuk mcnguasai huwan ini adalah dtngan menggunakan alat pcnjepit mekanik. Alat ini mahal dan hanya dianjurkan jika penggunaan untuk jenis ini penting di suatu lembaga. Alat penjepit yang memadai dilukiskan pada Gambar 10.1.


Jika alat penjepit tidak tersedia, sapi dan kerbau dapat dikuasai dengan menggunakan tambang. Suatu cara "menjatuhkan" hewan yang mudah adalah dengan tambang panjang. Kepala hewan diikat pada tonggak pagar yang kuat. Tambang harus cukup panjang sehingga hewan "enak" jika jatuh di tanah. Satu ujung tambang diiikatkan di kepa­la atau tanduk. Tambang kemudian dililitkan melingkari tubuh dua kali, sekali di belakang bahu dan sekali di depan sendi lutut (melingkari perut). Tambang ditarik kuat-kuat dan mantap ke belakang dan hewan akan jatuh pelan-pelan. Hewan akan tetap tenang di tanah selama tam­bang tetap tegang dergan ditarik. Hewan dapat dibuat tidak bergerak dengan mengikat kaki depan dan belakang, kemudian mengikatkan pada kepala nailer.

ldentifikasi masing-masing hewan biasanya tidak menjadi masalah karena biasanya hewan yang dipakai hanya sedikit. Tetapi, jika diperlukan dapat digunakan anting telinga Jari plastik. atau tanduk dapat diberi nomor dengan besi panas.

Cara Menternakkan

Sapi dan kerbau jarang diternakkan di lembaga penelithn. Keseluruhannya sangat mahal karena biaya tinggi untuk memberi makan selama kebuntingan yang panjang. Sapi mungkin lebih mudah diternak­kan karena dapat menggunakan inseminasi buatan. Jadi tidak harus memelihara pejantan sendiri

Estrus pada sapi mudah diketahui jika orang mengenal tingkah-laku normal hewan ini. Sapi sedang estrus sedikit tidak tenang, lebih sering kencing dibanding biasanya dan akan menaiki sapi lain. Ovulasi terjadi kira-kira 10—11 jam sesudah ternuhi: estrus sehingga jika sapi diketahui sedang estrus pada pagi hari, inseminasi dilakukan pada sore hari. Jika estrus terlihat pada sore hari diinseminasi pada hari berikutnya. Air mani tersedia dipusat inseminasi buatan.

Estrus pada kerbau lebih sukar diketahui dibanding pada sapi dan kalau dipakai inseminasi buatan tingkat konsepsi tampuknya agak rendah. Jika akan mengawinkan, seekor atau beberapa ekor betina ha­rus dikandangkan semalam dengan pejantan. Cara ini berlangsung sangat baik karena dalam keadaan alami umumnya perkawinan terjadi pada malam hari.

Anak sapi dan kerbau dapat dipisahkan dari induknya segera sesudah lahir, dan kemudian dipelihara sendiri. Anak sapi dan kerbau harus memperoJeh kolostrum untuk beberapa hari pertama dan sesudah itu dapat diberi minum susu atau makanan pengganti susu. Cara lain, pedet dapat dipelihara penuh bersama induknya dan kemudian biasa-nya disapih pada umur 6- 8 bulan.

Pencegahan Penyakit

Pada umumnya, prinsip pengendalian penyakit dan pencegahan pe­nyakit yang berlaku untuk domba dan kambing berlaku juga untuk sapi dan kerbau. Parasit dalam, lebih-lebih pada hewan muda dan hewan sedang tumbuh, mungkin sebagai penyebab kerugian utama di daerah tropis dan hewan menjadi kurus. Oleh karena itu harus dilakukan pemeriksaan tinja secara teratur dan mengobatinya bilamana perlu.

Kulit kerbau memerlukan perawatan khusus jika kerbau dikandangkan jauh dari lingkungan alaminya, lebih-lebih jika kubangan tidak tersedia. Dianjurkan memakai cara tradisional yaitu memandikannya tiap hari dengan sikat lunak. Cara ini membantu nienjaga kulit tetap bersih, lunak dan mudah dilipat dan pada waktu yang sama rnemperoleh keuntungan yaitu menghilangkan parasit luar. Di musirn paras dan kering masih perlu menyemprot hewan secara teratur dengan emulsi minyak untuk menjaga kulit tetap sehat. Cara ini juga bermanfaat untuk menghilangkan parasit kulit. Jika hewan tenang dan mudah ditangani waktu pertama kali datang di laboratorium.

Penyakit Sapi dan Kerbau

Septisemia Epizootika (SE)

Septisemia epizootika mungkin adalah penyakit bakterial pada sap dan kerbau paling penting di Asia Selatan dan Tenggara. SE disebabkan oleh Pasteurela multocida tipe 1 (atau B). Penyakit itu disebut juga pasteurellosis septisemik dan penyakit ngorok. Penyakit tersebut da­pat menyebabkan kerugian besar, terutama di daerah rendah dimana hewan terkena udara dingin dan basah, atau terlalu payah karena kerja berat. Organisme penyebab penyakit dapat ada pada hewan yang secara klinis normal. Gejala SE adalah septisemia akut dengan tiba-tiba demam (41-42°C), ke luar banyak ludah, perdarahan berbintik pada submukosa.

depresi berat, dan kcmatian biasanya tcrjadi dalani 24 jam. Kadang-kaci;mg. edema lokal di bawah kulit dan dapat timbul gejala yang melibatkan pemapasan dan pcncernaan.

Perubahan pascamati biasanya terbatas pada perdarahan berbintik meluas dan edema paru-paru dan kelenjar limfe: Penyebab penyakit dapat diisolasi ciengan pemupukan darah jantung atau limfe, dan diag­nosis diteguhkan dengan identifikasi organisme penyebabnya.

Hewan yang sakit dapat diobati dengan antibiotika tetapi karena penyakit berkmgsung cepat, lebih baik vaksinasi hewan yang peka. Kekebalan sesudah vaksinasi berlangsung kira-kira satu tahun. Penyakit ini tidak dapat menular pada manusia.

Malignant Catarrhal Fever (MCF)

MCF adalah penyakit viral akut pada sapi dan kerbau dan biasanya fatal. Virus penyebabnya sangat sukar diisolasi dan walaupun satu virus-herpes telah diisolasi di Afrika, di negara lain belum pernah diteguhkan bahwa virus ini adalah satu-satunya penyebab penyakit. Rupa-rupanya ada kaitan dengan domba yang mungkin sebagai karier. Pada kebanyakan wabah MCF, domba mempunyai hubungan erat dengan sapi dan kerbau. Waktu paling berbahaya rupa-rupanya waktu domba sedang punya anak.

Hoffman et al (1984) menguraikan gejala dan lesi suatu wabah MCF pnda kerbau di Indonesia. Semua hewan penderita mati rata-rata 7 hari sesudah gejala timbul. Gejala utama adalah tidak mau makan, radang selaput lendir mata, demam lebih dari 40°C dan kemudian keluar leleran serius dari mata, takut cahaya, depresi dan kelenjar limpa membesar.

Peiubahan pascamati utama adalah perdarahan perikadial dan epikardial, hati membengkak dan kongesti, kandung empedu membesar, edema kelenjai limfe, banyak cairan dalam rongga perut berwarna merah karena darah, hidroperikardium, kulit berwarna merah. perda­rahan penggantung usus dan edema bawah kulit.

Perubahan histopatologik ditentukan pada banyak organ terutama jantung, sistem syaraf pusat, hati, kelenjar limfe, ginjal, usus, paru-paru, selapjt lendir peiut dan limpa. Perubahan ini terutama berupa infiltrasi sel limfoid disertai radang dan nekrose. Vaskulitis dan perivaskulitis lazim dijumpai.

MCF didiagnosis atas dasar riwayat, gejala dan hasil pemeriksaan pascamati dan histopatologis. Peneguhan diagnosis paling baik dilakukan dengan percobaan penularan

Tidak ada pengobatan memuaskan untuk MCF, dan vaksin yang efektif belum dibuat. Pengendaliaji dilakukan dengan pemisahan sapi dan kerbau dari kelompok domba yang dikenal sebagai karier. Kerbau dapat lebih peka terhadap MCF dibanding sapi dan Hoffman et al (1984b) telah menunjukkan bahwa sapi Bali tampaknya lebih peka daripada sapi Onggole sehingga faktor ini harus dipertimbangkan juga dalam pengendalian penyakit MCF.

Penyakit ini tidak menular pada manusia.

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)

PMK adalah penyakit akut dan sangat menular pada semua hewan berkuku genap dan disebabkan oleh virus yang termasuk dalam Famili Picornaviridae. Penyakit ini tersifat dengan timbulnya lepuh pada kaki dan mulut kemudian demam. Terdapat sejumlah galur virus yang secara antigenik berbeda dan ini menyebabkan masalah dalam melaksanakan program vaksinasi. Penyakit ini paling penting pada sapi, tetapi kerbau, babi, domba dan kambing dapat tertular

Virus PMK sangat tahan terhadap faktor lingkungan dan tersebar melalui udara, daging dan hasil-hasil perusahaan susu, makanan, alas tidur. dan pakaian yang tercemar dan Iain-lain, dan manusia dapat membawa virus dalam selaput lendir saluran pcrnapasan untuk beberapa hari sesudah terekspos dan dapat memindahkan infeksi.

Gejala penularan adalah demam tinggi (40—41°C), sangat depresi dan tidak mau makan. Stomatitis akut dan sangat sakit diikuti dengan banyak keluar ludah yang menggantung dari mulut seperti tali panjang. Demam makin turun waktu torbentuk lepuh dengan garis tengah 1 -2 cm di selaput lendir mulut, gusi dan lidah. Lepuh pecah sesudah 24 jam dan meninggalkan lesi terbuka, sakit sekali dan sembuh dalam waktu kira-kira satu minggu.

Lepuh timbul pada kaki, kulit di antara kuku dan sekif.ar korona pada waktu yang sama dengan terjadinya lepuh di mulut. Sesudah lepuh ini pecah hewan tiba-tiba pincang dan sering terjadi infeksi kuman sekunder. Nafsu makan timbul kembali sesudah 2-3 hari tetapi dapat sampai 6 bulan sebelum terjadi kesembuhan penuli. PMK cepat menyebar.

Pemeriksaan pascamati tidak menunjukkan lesi lebih nyata dari yang terlihat secara klinis. Diagnosis dugaan dapat dibuat berdasar atas riwayat dan gejala, tetapi peneguhan diagnosis memerlukan uji laboratorium yang melelahkan. Penyakit ini harus dibedakan dengan vesicular exanthema (penyakit pada babi yang disebabkan oleh virus-calici) dan vesicular stomatitis (penyakit semuajenishewan disebabkan oleh virusvesiculo). Cara yang digunakan dalam laboratorium untuk mendiagnosis meliputi isolasi virus pada biak sel. Uji fiksasi komplemen dan percobaan penularan. Galur virus tertentu harus diidentifikasi. Tergantung pada prevalensi PMK di daerah tertentu penyakit ini dikendalikan dengan karantina dan pembunuhan dengan vaksinasi, atau dengan kombinasi keduanya. Usaha pemberantasan telah dapat mengendalikan PMK secara efektif di Indonesia. Usaha pemberantasan dimulai dengan pembunuhan hewan sakit, kemudian diikuti dengan ring-vaksinasi dan karantina untuk mencegah penyebaran lebih lanjut. Pindahnya hewan ke daerah bebas penyakit diawasi dengan ketat. Meskipun manusia dapat membawa virus untuk beberapa hari sesudah terekspos, tidak menyebabkan penyakit berat pada manusia.

Keguguran Menular (Brucellosis)

Penyakit ini adalah penyakit amat penting pada sapi dan tersifat dengan keguguran pada akhir kebuntir.gan diikuti oleh dngkat kemandulan tinggi. Penyakit ini disebabkan oleh Brucella abortus dan terjadi hampir di seluruh dunia, terutama pada sapi perah. Organisme tersebut dapat menginfeksi sapi semua umur dan mem-punyai predileksi di uterus bunting, ambing, testes dan kelenjar kelamin jantan, kelenjar limfe dan kapsul sendi. Sapi bunting tidak divaksinasi dan sangat peka. keguguran sesudah kebuntingan bulan kelima merupakan tanda penyakit sangat penting. Retensi plasenta dan metritis sering terjadi sesudah keguguran. Sapi jantan jarang terinfeksi, jika terinfeksi dapal menunjukkan gejala orchitis dan epididimitis. Perubahan pasca-mati tidak begitu penting untuk diagnosis

Diagnosis dari satu kasus keguguran sukar karena sangat mungkin ada berbagai macam sebab. Kebanyakan hewan yang terinfeksi oleh Brucella abortus dapat diidentifikasi dengan menggunakan uji serologik. Organisme dapat juga dipupuk dari janin yang gugur jika ada. Antibodi dapat ditemukan dalam serum, susu, air sisa keju, lendir vagina, atau plasma air mani. Uji aglutinasi atau fiksasi komplemen biasanya digu­nakan untuk mendeteksi antibodi tetapi uji ini tidak dapat dipercaya untuk 2-3 minggu sebelum atau sesudah keguguran atau kelahiran.

Pengobatan biasanya tidak berhasil. Pengendalian dan pencegahan dilakukan dengan program vaksinasi. Sekali penyakit hampir terberantas, suatu program uji dan pembunuhan dilaksanakan untuk menyempurnakan pemberantasan penyakit.

Brucellosis adalah penyakit zoonosa untuk orang yang bekerja dengan sapi. Penyakit ini pada manusia disebut demam bergelombang (undulating fever) dan kebanyakan terjadi pada petani, pekeija daging dan dokter hewan. Penyakit ini dapat juga ditularkan melalui minum susu yang tidak dimasak.

Berak Putih

Menceret pada sapi dan kerbau umur di bawah 10 hari adalah salah satu penyakit yang paling sering dijumpai. Penyebabnya bermacam-macam, bisa makanan, kuman atau virus. Faktor seperti kekebalan pasif dari kolostrum, terlalu berdesak-dcsakan, perubahan cuaca, kualitas makanan dan kualitas pemeliharaan, semua mempengaruhi kepekaan hewan terhadap penyakit ini. Anak yang dilahirkan pada perkawinan pertama dapat tidak memperoleh antibodi cukup dari kolostrum.

Kuman Escherichia coli serotipe tertentu sering terlibat. Dalam kelompok besar pedet, 75% dapat terkena dan 30% dapat mati. Kadang-kadang organisme ini juga menimbulkan septisemia. Bakteri ini menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan usus mengeluarkan cairan yang elektrolit. Ini menimbulkan dchidrasi, ketidakseimbangan elektrolit dan asidosis. Pada kasus berat kemudian terjadi kegagalan sirkulasi, shock dan kematian. Respon pedet terhadap toksin sangat mirip dengan reaksi manusia terhadap enterotoksin kolera.

Jika Escherichia coli sebagai penyebab penyakit, diagnosis relatif mudah. Organisme mudah dipupuk, diidentifikasi di laboratorium. Identifikasi Iain-lain penyebab lebih sukar dan dapat memerlukan pe-nelitian makanan dan uji virologis.

Pengobaten yang diberikan lergantung pada penyebab. Cara lain mcliputi penggantian makanan, penggantian cairan dan elektrolit, antibiotika dan mungkin menggunakan obat yang mengurangi gerakan usus.

Hampir tidak mungkin mengendalikan penyakit dengan sempurna karena penyebab bermacam-macam dan kompleks. Tetapi Blood et.al (1979) menganjurkan tiga prinsip untuk pengendalian yang efektif yaitu:

(1) Mengurangi tingkat eksposur pedet yang baru lahir terhadap pe­nyebab infeksi. Eksposur dikurangi dengan menyediakan fasilitas yang baik dan bersih di tempat pedet dilahirkan. Setiap pedet terinfeksi ha­ms segera dipisahkan dari pedet lain. Alat makanan harus dibersihkan benar-benar dan dikeringkan setiap hari. Harus dicegah hewan terlalu berdesak-desakan.

(2) Memberi ketahanan maksimum nonspesifik dengan kolostrum cukup dan cara berternak sebaik-baiknya. Pedet harus diberi kolostrum secepat mungkin sesudah lahir dan harus dalam 24 jam pertama. Idealnya pedet harus memperoleh paling sedikit 50-ml/Kg berat badan 2 jam pertama sesudah lahir. Jika pedet lambat menetek harus diberi kolostrum dengan pipa lambung.

(3) Meningkatkan ketahanan spesifik pada anak yang baru lahir de­ngan vaksinasi induk atau anak. Vaksinasi dilakukan dengan menggunakan bakteri yang dibunuh dengan formalin (formaiin-killed bacterin) dari Escherichia coli galur enterotoksigenik. Induk bunting divaksinasi 2-4 minggu sebelum melahirkan untuk merangsang produksi antibodi. Antibodi diteruskan kepada anak melalui kolostrum. Penelitian dila­kukan terus untuk mengembangkan vaksin oral dari Escherichia coli yang diinaktifkan dengan panas (heat-inactivated Escherchia coli) untuk digunakan pada pedet. Hewan terinfeksi tidak berbahaya bagi manusia.

Parasit Dalam

Parasit dalam yang penting pada sapi dan kerbau meliputi cacing hiti Fasciola hepatica dan Dicrocoelium dendriticum menyebabkan peryakit hati, Paramphistomum spp. menyebabkan amphistomiasis usus dan macam-macam nematoda usus meliputi Strongyhides spp, Ostertagia spp., Cooperia sp, Paracooperia spp, Haemonchus spp, dan Nematodirus spp menyebabkan tidak mau makan, menceret dan hewan kurus dan lemah jika dalam jumlah besar. Koksidiosis disebabkan oleh Eimeria spp. kadang-kadang menyebab­kan masalah pedet yang sedang tumbuh.

Diagnosis, pengendalian dan pencegahan dilakukan dengan cara serupa dengan parasit dalam pada domba dan kambing dan telah diuraikan pada bab sebelumnya.

Parasit Luar

Lalat belatung Chrysomya bezziana menginfestasi luka baru dan pusar pedet baru lahir. Pedet sering mengalami infeksi kuman sekunder yang menyebabkan toksemia dan kematian. Kutu yang menginfestasi sapi dan kerbau meliputi Linognathus vituli, Solenoptes capillatus, Haematopinus spp. (kutu penghisap) dan Damalinia bovis (kutu penggigit). Caplak yang dapat ditemukan meliputi Boophilus spp., Ornitho-dorus spp., Rhipcephalus spp. dan Haemaphysalis spp. Caplak adalah vaktor penting Babesia spp. dan Anaplasma spp. tetapi kerbau dan sapi Bos indicus sangat lebih tahan terhadap parasit darah ini daripada Bos taurus. Lalat kerbau Haematobia exigua dapat menyebabkan iritasi terutama Bos taurus dan mengganggu waktu hewan digembalakan. Tungau Sarcoptes scabei dapat merupakan masalah pada kerbau yang dipelihara di laboratorium, lebih-lebih jika kesehatan kulit tidak dijaga. Spesies tungau Iain jarang ditemukan pada sapi.

Diagnosis pengendalian dan pencegahan sama dengan prosedur untuk parasit Iuar pada domba dan kambing dan telah diuraikan dalam bab sebelumnya.

Teknik Percobaan

Pengambilan Darah

Pada sapi dan kerbau sampel darah tunggal mudah diambil dari vena jugularis dengan menggunakan jarum ukuran 18 yang tajam dan steril, dan spet. Sampel lebih banyak dapat diperoleh dengan menggunakan jarum ukuran 14 dengan sambungan pipa plastik seperti di­uraikan pada pengambilan darah domba dan kambing. Jika diperlukan pengambilan darah berulang, sapi dan kerbau sangat toleran terhadap pengambilan darah melalui vena jugularis dengan kateter. Vena ventralis di pangkal ekor kadang-kadang juga digunakan untuk mengambil darah 10-20 ml. Persiapan yang harus diperhatikan jika mengambil darah jauh dari laboratorium telah diuraikan pada bab sebelumnya.

Fistula Rumen

Prosedur ini juga digunakan dalam penelitian gizi pada sapi dan kerbau, adapun cara membuat fistula rumen telah diuraikan pada bab sebelumnya.

Sampel Air Seni

Jika diperlukan, sampel air seni dapat dikumpulkan waktu kencing secara alami. Kebanyakan betina akan kencing jika perineum ditepuk dengan jari. Pada betina sampel berkesambungan dapat diperoleh dengan menggunakan kateter kandung kencing temporer.

Anestesi

Bedah percobaan biasanya dilakukan pada sapi dan kerbau untuk mempelajari fisiologi rumen atau uterus. Pedet kadang-kadang diguna­kan untuk menyempurnakan cara bedah jantung terbuka, dan penggunaan proses sintetik. Untuk prosedur sederhana, lebih baik digunakan

Analgesika lokal atau blok analgesi (lihat di bawah). Untuk prosedur semacam itu, hewan biasanya tetap dalam keadaan berdiri dan ini sangat mengurangi atau mencegah terjadinya timpani rumen. Informasi terinci tentang berbagai cara anestesi pada sapi diberikan oleh Green (1982). Sebagai suatu generalisasi, kerbau dapat dianggap mempunyai respon scrupa dengan sapi.

Sebelum operasi, hewan dewasa harus dipuasakan selama 24 jam dan tidak diberi minum selama kurang lebih 10 jam terakhir. Urtuk umur kurang dari 6 minggu dapat dipuasakan dalam 6 jam tetapi boleh minum air.

Xilazin adalah obat yang cocok untuk menenangkan hewan dewasa sebelum anestesi lokal atau umum. Dosisnya adalah 0,05 mm/Kg I.M. Ascpromazin juga dapat digunakan untuk hewan dewasa dan ini adalah obat pilihan untuk menenangkan pedet di bawah umur 3 bulan. Dosis asepromazin adalah 0,1 mg/Kgl.M.

Anestesi lokal dapat dihasilkan dengan blok infiltrasi lokal, para-vertebral, atau analgesi kaudal epidural. Dapat digunakan larutan lig-nokam 2% yang mengandung 1:100.000 adrenalin, dan ini dapat di-encerkan menjadi larutan 0,5—1,0%. Infiltrasi lokal cocok untuk bedah permukaan dan bentuk L dibalik dapat digunakan untuk laparotomi asal setiap lapisan otot dan peritoneum telah diinfiltrasi dengan aneste-tika. Digunakan jarum ukuran 16 dan 1 ml lignokain diinfiltrasikan untuk tiap cm jaringan bawah kulit atau otot yang menyilang.

Blok paravertebral dilakukan dengan cara serupa dengan prosedur yang digunakan pada domba dan kambing, tetapi digunakan lignokain 2% lebih banyak. Disuntikkan 5 ml di dua tempat dekat processus transversus vertebrae LI, L2 dan L3. Seluruhnya digunakan 6 x 5 ml lignckain untuk mengeblok satu sisi hewan. Tempat suntikan untuk LI kira-kira 5 cm dari garis tengah, tepat di muka tepi depan processus transversus. Untuk L2 kira-kira 6 cm dari garis tengah dan untuk L3 kira-kira 8 cm dari garis tengah. Suntikan pertama di tiap tempat dila­kukan setinggi batas depan processus, dan suntikan kedua kira-kira 0,5 cm lebih dalam dari yang pertama. Processus transversus kadang-kadang sukar ditentukan tempatnya pada hewan gemuk dan sangat berat.

Analgesi epidural caudal adalah teknik yang bermanfaat dan banyaknya lignokain 2% yang disuntikkan tergantung pada luas bagian belakang badan yang akan didesensitisasi. Suntikan dilakukan ke da­lam celah iniercoccygae pertama. Celah ini mudah diraba dari sisi atas dengan menaikkan dan menurunkan ekor. Tempat suntikan dicukur, digosok dan didisinfeksi. Jarum 7,5 cm ukuran 18 diusulkan. Ligno­kain 2% sebanyak 5 ml cukup untuk hewan dengan berat badan sampai kira-kira 350 Kg dan 10 ml digunakan untuk hewan besar. Analgesi maksitnum timbul sesudah 10-20 menit dan berlangsung selama 60-90 menit. Suntikan lignokain Iebih banyak akan menimbulkan blok depan dengan kelumpuhan kaki belakang. Penggunaan blok depan berbahaya dan Green (1982) menguraikan risiko ini secara terinci.

Jika digunakan anestesi umum, Green (1982) menganjurkan usaha pencegahan sebagai berikut:

1. Selalu masukkan cuffed endotracheal tube segera anestesi terinduk
si.

2. Selalu masukkan pipa lambung untuk mengeluarkan gas terus mene-
rus dari lambung dan selalu sedia trokard dan kanul untuk keadaan
darurat karena timpani.

3. Letakkan hewan pada posisi bagian belakang Iebih rendah dari
leher sehingga alat dalam bergeser menjauhi diafragma.

4. Miringkan kepala ke arah bawah sehingga ludah dan cairan rumen
dapat menetes dari mulut.

5. Hindarkan hewan terlentang pada punggungnya untuk jangka lama
karena bagian paru-paru yang berada di bawah menjadi udematus
dan teriadi stagnasi.

6. Terapi cairan secara intra vena dengan larutan Hartmann sebanyak
1 liter/jam dan Natrium bikarbonat 200 mg/Kg/jam harus diberikan
pada anestesi yang lama untuk mengimbangi hilangnya ion bikar­
bonat dalam ludah dan mencegah kemungkinan timbulnya asidosis
Pipa endotrakeal harus diberi pelicin. Untuk dewasa, digunakan pipa dengan diameter bagian luar 24-28 mm, pipa 12-16 mm digu­nakan untuk pedet.

Tiopenton dan pentobarbiton tidak boleh dipakai oada pedet umur di bawah 2 bulan karena waktu pulihnya lama. Pada dewasa, tiopenton dipakai sebagai suntikan cepat l.V. dengan dosis 12 mg/ Kg dari larutan 10%. Pentobarbiton diberikan secara lambat dengan dosis 25 mg/Kg l.V. Anestesi untuk bedah dicapai sesudah 3-5 menit Anestesi yang ditimbulkan oleh tiopenton berlangsung kira-kira 5 menit dengan kepulihan penuh sesudah kira-kira 40 menit. Pentobarbiton menghasilkan anestesi yang berlangsung kurang Iebih 45 menit dan pulih kembali kuurang Iebih 4 jam.

Larutan Hartman (Natrium laktat untuk infus l.V.)

Natrium : 131 mmol/liter

Kalium : 5 mmol/liter

Kalsium : 2 mmol/liter

HCO (sebagai laktat) : 29 mmol/litcr

Cl : 111 mmol/liter

Metoheksiton dapat digunakan pada hewan semua umur. Pada dewasa 5 mg/Kg I.V. diberikan perlahan-lahan untuk menghasilkan anes-tesi bedah ringan, cocok untuk intubasi endotrakeal sesudah 2-3 menit. Kepulihan terjadi sesudah kira-kira 20 menit. Pada pedet dosis 6 mg/Kg I.V. diberikan selama 60-90 detik menghasilkan anestesi selama 8-10 menit, kepulihan sempurna terjadi sesudah 15 menit.

Teknik inhalasi sangat bermanfaat tetapi diperlukan banyak gas. Prosedur standar rnenggunakan teknik sirkuit tertutup dengan serapan soda kapur tetapi diperlukan mesin anestetik lebih besar dan khusus untuk hewan berumur lebih dari 6 bulan. Prosedur dan obat yang digu­nakan serupa dengan yang digunakan untuk domba dan kambing tetapi aliran gas sedikit lebih cepat. Selama stabilisasi digunakan kecepatan aliran 5-6 liter/menit dan 1-2 liter/menit untuk mempertahankan anestesi.

Eutanasi

Pistol biasa atau pistol khusus cocok untuk membunuh sapi dan kerbau. Jika dipakai pistol khusus, hewan besar hanya dipingsankan sehingga sumsumnya harus segera dipotong dan darahnya dikeluarkan. Posisi pistol untuk sapi dan pedet serupa dengan kalau membunuh domba tidak bertanduk. Sapi jantan mempunyai pengerasan seperti tulang di tengah dahi, sehingga jika dipakai pistol khusus, pistol digeser 1 cm dari garis tengah untuk menghindari tulang itu. Kerbau bisa juga dibunuh dengan pistol biasa. Tetapi, jika dipakai pistol khusus, pistol ditempelkan di tengah kepala di belakang tanduk di tiiik tengah garis yang menghubungkan kedua telinga, sehingga "peluru" masuk vertikal.

Sapi atau kerbau muda bisa dibunuh dengan suntikan I.V. pentobarbiton (20 mg/Kg) dan magnesium sulfat (150 mg/Kg), tetapi jika dipakai cara ini, dagingnya tidak boleh dimakan manusia atau hewan.


BAB III

KESIMPULAN

Yang harus diperhatikan dalam penggunaan hewan besar seperti sapi dan kerbau di laboratorium antara lain :

1. Biologi Umum

2. Kandang

3. Alat-alat Makan dan Minum

4. Makanan

5. Menguasai dan Identifikasi

6. Cara menternakkan

7. Pencegahan Penyakit

Teknik percobaan yang harus diperhatikan dalam penggunaan hewan besar di laboratorium meliputi :

1. Pengambilan Darah

2. Fistula rumen

3. Sampel Air Seni