Selasa, 25 Oktober 2011

PENYAKIT INTERNA BRONKOSKOPI

PAPER ILMU PENYAKIT DALAM (INTERNA)

TEKNIK PEMERIKSAAN BRONCHOSCOPY PADA SISTEM RESPIRASI

OLEH:

1. Basyofi Dwiwandana (0809005001)

2. Shelfiana Eka R. (0809005035)

3. Dyah Ayu Sismami (0809005041)

4. Pransika Eksy Yonita (0809005043)

5. Yunita Lestyorini (0809005103)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

JIMBARAN

2010

BRONKOSKOPI

1. DEFINISI

Kata bronkoskopi berasal dari bahasa Yunani; broncho yang berarti batang tenggorokan dan scopos yang berarti melihat atau menonton. Jadi, bronkoskopi adalah pemeriksaan visual jalan nafas atau saluran pernafasan paru yang disebut bronkus. Lebih khusus lagi, bronkoskopi merupakan prosedur medis, yang dilakukan oleh dokter yang mempunyai kompetensi di bidangnya dengan memeriksa bronkus atau percabangan paru-paru untuk tujuan diagnostik dan terapeutik (pengobatan). Untuk prosedur ini dokter menggunakan bronkoskop, sejenis endoskop, yang merupakan instrumen untuk pemeriksaan organ dalam tubuh. Tergantung pada alasan medis atau indikasi klinis untuk bronkoskopi, dokter dapat menggunakan bronkoskopi kaku (rigid) atau Fiber Optic Bronchoscopy (FOB).

2. SEJARAH BRONKOSKOPI

Seorang Otolaryngologist berkebangsaan Jerman, Gustav Killian, melakukan bronkoskopi yang pertama pada tahun 1897, dengan menggunakan endoskopi kaku untuk mengeluarkan tulang babi dari bronkus utama kanan (mainsterm bronkus). Killian berhasil mengeluarkan benda asing tersebut dan mencegah dilakukannya tracheostomy. Sampai pada akhir abad ke-19 metode ini diterima secara medis sebagai alat untuk mengeluarkan benda asing. Teknik-teknik ini terus dikembangkan Killian sehingga indikasi bronkoskopi makin meluas. Sebagai hasil dari inovasi dan pengembangan bronkoskopi di seluruh dunia, Killian secara umum dikenal sebagai Bapak Bronkoskopi.

Pada akhir abad ke-19, Chevalier Jackson, seorang laryngologist di Philadelphia, mengembangkan minat pada endoskopi, dan mulai mengembangkan “tabung” endoskopi. Pada Universitas Sumatera Utara tahun 1904, Jackson merubah bronkoskopi kaku, dengan menambah ocular langsung, tabung suction dan ujung distal untuk pencahayaan atau iluminasi. Jackson terus merancang dan membuat endoskopi baru serta alat-alat tambahan untuk menyempurnakan teknik-teknik baru untuk evakuasi atau pengeluaran benda asing. Ia juga mengembangkan dan menekankan pentingnya prosedur untuk protokol keselamatan selama tindakan yang dilakukan dan teknik ini masih digunakan sampai sekarang. Pada tahun 1907 Jackson menerbitkan buku monumentalnya yang berjudul “Tracheobronchoscopy, Esophagology dan Bronchoscopy”. Jackson memahami pentingnya program-program pelatihan endoskopi, dan mengajarkan kursus instruksional bronchoesophagology. Dia dianggap sebagai Bapak Bronchoesophagology Amerika. Pada tahun 1950-an, perkembangan teknologi untuk fiber optic endoskopi mulai berkembang. Sampai dengan pertengahan tahun 1960-an, bronkoskopi rigid banyak digunakan oleh ahli bedah. Pada tahun 1966 Shigeto Ikeda memperkenalkan bronkoskopi fleksibel (FB) dengan teknologi pencitraan serat optik. Hal ini merupakan revolusi dalam bidang bronkoskopi. Kemampuan untuk flexi distal ujung bronkoskopi memungkinkan bronchoscopist (operator bronkoskopi) untuk mencapai ke hampir semua bagian dari saluran nafas yang lebih kecil dari pohon tracheobronchial (segmen bronkus atau saluran udara lebih kecil). Sejak diperkenalkan penggunaannya pada tahun 1960-an oleh Shigeto Ikeda, bronkoskopi serat optik telah meningkat kegunaannya, dengan kurang lebih 500.000 prosedur telah dilakukan di USA setiap tahunnya. FOB telah menjadi prosedur yang tetap oleh ahli paru dan juga sebagai alat diagnostik bagi ahli bedah toraks, anestesi.

3. JENIS BRONKOSKOPI

Berdasarkan bentuk dan sifat alat bronkoskopi, saat ini dikenal dua macam bronkoskopi, yaitu Bronkoskopi Kaku (Rigid) dan Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL).

A. Bronkoskopi kaku (rigid)

Bronkoskopi rigid merupakan alat yang berbentuk tabung lurus terbuat dari bahan stainless steel. Panjang dan lebar bervariasi, tetapi bronkoskopi untuk dewasa biasanya berukuran panjang 40 cm dan diameter berkisar 9-13,5 mm, tebal dinding bronkoskop berkisar 2-3 mm. Bronkoskopi rigid biasanya dilakukan dengan penderita di bawah anestesi umum. Tindakan ini harus dilakukan oleh bronchoscopist yang berpengalaman di ruang operasi. Bronkoskopi rigid diindikasikan pada penderita dengan obstruksi saluran nafas besar dimana dengan FOB tidak dapat dilakukan. Indikasi umum lainnya adalah:

· Mengontrol dan penanganan batuk darah massif

· Mengeluarkan benda asing dari saluran trakeobronkial

· Penanganan stenosis saluran nafas

· Penanganan obstruksi saluran nafas akibat neoplasma

· Pemasangan sten bronkus dan laser bronkoskopi

B. Bronkoskopi serat optik lentur (bsol)

Bronkoskopi serat optik lentur (BSOL) juga dikenal sebagai Fiber Optic Bronchoscopy (FOB), sangat membantu dalam menegakkan diagnosis pada kelainan yang dijumpai di paru-paru, dan berkembang sebagai suatu prosedur diagnostik invasif paru.

FOB berupa tabung tipis panjang dengan diameter 5-6 mm, merupakan saluran untuk tempat penyisipan peralatan tambahan yang digunakan untuk mendapatkan sampel dahak ataupun jaringan. Biasanya 55 cm dari total panjang tabung FOB mengandung serat optik yang memancarkan cahaya. Ujung distal FOB memiliki sumber cahaya yang dapat memperbesar 120o dari 100o lapangan pandang yang diproyeksikan ke layar video atau kamera.

Tabungnya sangat fleksibel sehingga memungkinkan operator untuk melihat sudut 160o-180o keatas dan 100o-130o ke bawah. Hal ini memungkinkan bronchoscopist FOB untuk melihat ke segmen yang lebih kecil dan segmen sub cabang bronkus ke atas dan ke bawah dari bronkus utama, dan juga ke depan belakang (anterior dan superior).

4. INDIKASI

Indikasi dari bronkoskopi adalah untuk membantu dalam menegakkan diagnosis, sebagai Terapeutik serta pre operatif/post operasi.

Yang termasuk indikasi diagnostik bronkoskopi antara lain:

· Batuk

· Batuk darah

· Mengi dan stridor

· Gambaran foto toraks yang abnormal

· Pemeriksaan Bronchoalveolar lavage (BAL)

· Lymphadenopathy atau massa intrabronkial pada intra toraks

· Karsinoma bronkus

· Ada bukti sitologi atau masih tersangka

· Penentuan derajat karsinoma bronkus

· Follow up karsinoma bronkus

Yang termasuk indikasi terapeutik bronkoskopi antara lain:

· Dahak yang tertahan, gumpalan mukus

· Benda asing pada trakeobronkial

· Pemasangan stent pada trakeobronkial

· Dilatasi bronkus dengan menggunakan balon

· Kista pada mediastinum

· Kista pada bronkus

· Mengeluarkan sesuatu dengan bronkoskopi

· Brachytherapy

· Laser therapy

· Abses paru

· Trauma dada

· Therapeutic lavage (pulmonary alveolar proteinosis)

5. TUJUAN

Tujuan diagnostik mencakup pemeriksaan jaringan, evaluasi lanjut tumor untuk memungkinkan bedah reseksi, pengumpulan spesimen jaringan untuk keperluan diagnosa, dan evaluasi tempat perdarahan. Sementara bronkhoskopi terapeutik dilakukan untuk tujuan mengangkat benda asing, mengangkat sekresi yang kental dan banyak, pengobatan atelektasis pascaoperatif, dan menghancurkan dan mengangkat lesi. Tujuan dan keuntungan pemeriksaan ini adalah melihat langsung trakea dan bronchus untuk mendeteksi adanya tumor, benda asing, kerusakkan saraf atau struktur lain atau kelainan-kelainan lain. Disamping itu juga dapat berfungsi sebagai biopsi untuk mengambil contoh jaringan.

6. TEKNIK PEMERIKSAAN

Sebelum memulai tindakan bronkoskopi, dilakukan pemantauan tekanan darah, detak jantung, frekuensi pernafasan, denyut nadi oksimetri (oksigen saturasi). Penderita harus diberikan suplemen oksigen selama dan setelah tindakan bronkoskopi. Untuk kenyamanan pasien dan pemeriksa pada pemeriksaan bronkoskopi maka diperlukan anestesi yang adekuat. Dikenal berbagai teknik anestesi topikal dan umum pada tindakan ini. Tindakan anestesi topikal ada yang konvensional berupa usapan zat anestetik dengan kapas, injeksi transtrakeal, blok saraf lokal dan ada yang menggunakan alat canggih, dari semprot aerosol sampai nebulisasi ultrasonik.

Anestetik topikal yang baik adalah yang tidak mengiritasi jaringan setempat, tidak menyebabkan kerusakan struktur saraf yang permanen, penyerapan yang sama baik dengan pemberian injeksi dan waktu mulai kerja yang singkat.

Pemberian anestesi topikal secara konvensional dapat menimbulkan kecemasan, batuk, muntah pada pasien dan ketidaknyamanan pada pemeriksa maupun pasien. Hal tersebut di atas masih dapat dikurangi dengan pemberian secara nebulisasi, sayangnya teknik ini hanya dapat diberikan pada pasien yang kooperatif.

Keadaan umum yang sangat buruk, infark miokard dan angina pektoris akut berat, hipoksemi, fungsi paru yang buruk, stenosis laring dan trakea yang berat dikatakan merupakan indikasi kontra. Pada gangguan perdarahan dan pembekuan serta keadaan-keadaan yang potensial memburuk karena hipoksemi, tindakan ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Sebelum pemeriksaan bronkoskopi pasien dipuasakan selama 8 jam.

Penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan sangatlah penting selain pemberian premedikasi. Sedatif dan antikolinergik adalah preparat yang sering diberikan pada premedikasi. Sedatif yang baik memenuhi kriteria:

1. awal kerja cepat

2. lama kerja singkat dengan pemulihan yang aman

3. aman terhadap sistim kardiovaskular, tidak menimbulkan depresi pernapasan dan risiko hipoksemi serta tidak menimbulkan efek samping

4. menimbulkan amnesia/lupa

5. menghilangkan kecemasan

6. murah.

Obat sedatif mungkin termasuk golongan benzodiazepin, butirofenon atau narkotik, namun yang sering digunakan adalah golongan benzodiazepin seperti diazepam, midazolam.

Dari lokasi pemeriksaan ada tiga cara untuk melakukan FOB, yaitu melalui hidung (trans nasal), mulut (trans oral) atau melalui tabung endotrakeal (ETT). Elastisitas FOB memungkinkan bronkoskop melewati hidung, tenggorokan posterior, pita suara, trakea, karina membagi bronkus utama kanan dan kiri. Mukosa bronkial juga diperiksa apakah ada infiltrasi, peradangan dan sekresi.

Sedangkan berdasarkan alatnya ada dua cara yakni: pertama, dengan menggunakan selang yang lentur (fleksibel) dengan suatu alat serat optik yang disusupkan melalui hidung dan dimasukkan terus hingga masuk ke dalam tenggorokan dan lebih jauh lagi dari laring hingga mencapai trakea dan bronchus. Metode lainnya adalah menggunakan selang kaku yang dimasukkan langsung dari mulut hingga ke dalam trakea dan bronchus. Kedua metode ini, pada endoskopnya terdapat sebuah lampu dan lensa. Selang endoskopik ini juga dilengkapi dengan alat penyedot lendir atau kotoran.

Pemeriksaan bronkhoskopi dilakukan dengan memasukkan bronkhoskop ke dalam trakhea dan bronkhi. Dengan menggunakan bronkoskop yang kaku atau lentur, laring, trakhea, dan bronkhi dapat diamati. Pemeriksaan diagnostik bronkoskopi termasuk pengamatan cabang trakheobronkhial, terhadap abnormalitas, biopsi jaringan, dan aspirasi sputum untuk bahan pemeriksaan. Bronkhoskopi digunakan untuk membantu dalam mendiagnosis kanker paru. Secara sistematis cara pemeriksaan bronkoskopi adalah sebagai berikut:

  • Biasanya dilakukan dikamar khusus agar dapat membantu dokter atau perawat melaksanakan tugasnya.
  • Pasien yang telah separuh sadar dibaringkan dengan muka menghadap keatas.
  • Obat anestesi lokal disemprotkan kedalam kerongkongan dan satu lubang hidung terasa baal atau tidak terasa apa-apa.
  • masukan selang oksigen dengan pipa kecil ke lubang hidung yang telah dianestesi obat bius tersebut.
  • Masukan selang oksigen dengan pipa kecil ke lubang hidung sebelahnya.
  • Pipa Bronkoskopi dimasukan perlahan kedalam kerongkongan sambil menelusuri lubang hidung.
  • Pasien mungkin tidak akan merasakan ketika bronkoskopi masuk kedalam kerongkongan dan melintas pita suara. setelah melewati kerongkongan bagian lain dapat dilalui dengan lebih mudah dan cepat.

Gambar 3. Pemeriksaan trakea hewan dengan teknik bronkoskopi

Setelah tindakan bronkoskopi selesai dilakukan, penderita dipantau tanda-tanda vital seperi tekanan darah, denyut nadi, serta penderita tidak boleh mengkonsumsi apapun sampai dua jam setelah tindakan bronkoskopi selesai dilakukan. Batuk dengan sedikit darah, sakit tenggorokan dan ketidaknyamanan karena alergi terhadap obat yang diberikan selama prosedur biasa dijumpai setelah tindakan bronkoskopi. Hal ini akan hilang setelah dua jam prosedur bronkoskopi selesai dilakukan.

7. KRITERIA PENAMPAKAN DAN HASIL GAMBARAN BRONKOSKOPI

Pada saat melakukan bronkoskopi, ada beberapa keadaan yang dapat dijumpai, seperti:

1. Normal

Dimana pada saat dilakukan bronkoskopi tidak dijumpai kelainan pada mukosa ataupun cabang-cabang bronkus.

Gambar 4. Skema percabangan utama trakeobronkial.

2. Inflamasi

Gambaran inflamasi dapat menyeluruh (misalnya bronkitis kronis) ataupun lokal (akibat benda asing). Inflamasi dapat terjadi secara akut (misalnya radang paru yang berhubungan dengan segmental) maupun kronis (misalnya tuberkulosis).

Gambar 5. Menunjukkan perubahan akibat inflamasi bronkitis kronis.

Perubahan peradangan meliputi :

· Hiperemis dan peningkatan vaskularisasi dari mukosa (berwarna gelap atau merah muda atau bahkan merah). Mukosa bronkus normal berupa palepink atau berwarna merah kuning.

· Pembengkakan (swelling).

Pada peradangan ringan, tampak sedikit pinggir dari karina tumpul dan buram atau kehilangan kontur sehingga tulang rawan bronkial menonjol. Pada peradangan yang parah terjadi penyempitan mukosa.

· Sekresi

Mukosa yang normal hanya sedikit menghasilkan lendir yang berguna untuk pembersihan. Pada waktu peradangan, sekresi menjadi banyak dan sifat sangat bervariasi, misalnya mukoid, tebal dan mukus yang kental (bronkitis kronis), mukus berupa plague (asma), pus/nanah (infeksi berat).

· Perubahan terlokalisir (localized changes)

Reaksi lokal dapat dijumpai pada kelainan seperti pneumonia, abses paru, TBC, aspirasi benda asing, bronkiektasis, karsinoma, dan lain lain.

· Ascociated changes

Terutama terlihat pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), dimana dijumpai submukosa atrofi, hipertrofi pada dinding membran bronkiol.




Gambar 6. Menunjukkan penonjolan dinding trakea kanan oleh

karena tekanan ekstrinsik.

· Tuberkulosis

Dijumpai peradangan pada endobronkial, distorsi pada lumen trakea/bronkus yang disebabkan limfadenofati ekstrabronkial.




Gambar 7. Menunjukkan perubahan inflamasi tuberkulosis dengan serangkaian sekresi terlihat pada batang utama bronkus kanan.

3. Tumor

Gambaran bronkoskopi pada tumor atau pembesaran kelenjar getah bening atau metastasis dapat dijumpai tiga perubahan utama :

· Distorsi anatomi oleh karena adanya tekanan eksternal pada trakeo bronkial, biasanya disebabkan oleh limfadenopati sekunder berupa pelebaran sudut karina, pembengkakan pada dinding trakea/bronkus utama.

· Keterlibatan dari dinding bronkial dengan distorsi lokal atau ulserasi dari mukosa pada sebagian atau seluruh lumina.

· Pertumbuhan intraluminer mungkin merupakan awal dari intralumen itu sendiri, dijumpai pelebaran atau ruptur dari kelenjar limfe sekunder melalui dinding bronkial.

· Pertumbuhan intralumen bisa menutup lumen secara total atau parsial.

Gambar 8. Menunjukkan fungating tumor di sebelah kiri batang utama bronkus.

Tabel 1. Karakteristik Gambaran Bronkoskopi Tumor. 22

Tumor

Karakteristik Bronkoskopi

Karsinoma

Berlobus/nekrotik, berwarna putih/krem, permukaan mukosa tampak penonjolan pembuluh darah (engorged)

Karsinoid

Berwarna merah cherry, bulat, mudah berdarah

Kondromata

Halus, permukaan pucat, konsistensi kasar

4. Miscellaneous

· Perdarahan bronkial

Dalam beberapa kasus batuk darah (hemoptisis), pemeriksaan bronkoskopi memberikan gambaran normal. Pada perdarahan yang masif dilakukan pembersihan dari trakeobronkial dengan normal salin untuk membantu menemukan sumber perdarahan.

· Benda asing

Benda asing sering menyebabkan peradangan lokal, bahkan menyebabkan infeksi yang luas dan kerusakan pada bronkial dan jaringan paru distal. Benda asing dapat menghasilkan sekresi purulen.

· Sarcoidosis

Tampak dua gambaran utama,yaitu :

1. Pembesaran kelenjar getah bening, karina dan subkarina melebar dan distorsi trakeobronkial.

2. Perubahan bentuk mukosa trakeobronkial, hiperemis dan sekresi yang meningkat.

· Perubahan radiasi

Perubahan mengikuti pola umum: segera, reaksi peradangan akut, selanjutnya penyusutan atau hilangnya tumor dengan berkurangnya peradangan, mukosa pucat dan kontraktif jaringan parut setelah beberapa bulan dan terjadi fibrosis pada daerah yang terkena.

· Trauma trakea

Dijumpai fraktur pada dinding trakea atau bronkus.

· Fistula Bronkopleura

Merupakan sekunder dari empiema, abses paru, pecahnya kista paru, pneumotoraks, trauma atau pasca operasi. Pada gambaran bronkoskopi tampak gelembung udara, waktu sekresi tampak gerakan pernafasan.

· Amiloidosis

Jarang terjadi, dinding bronkial berwarna kuning/abu-abu yang menyerupai gambaran carsinomatous infiltratif.

8. PENGAMBILAN SPESIMEN

Dengan menggunakan bronkoskop dapat dilakukan berbagai teknik pengambilan spesimen untuk dilakukan pemeriksaan sitologi ataupun histopatologi yang sangat penting untuk membantu menegakkan diagnosis. Spesimen dapat diambil dengan cara, seperti:

1. Bilasan bronkus (bronchial washing)

Tindakan membilas daerah bronkus dan cabang-cabangnya dengan bantuan kateter atau fasilitas suction yang ada pada bronkoskop. Bilasan bronkus dilakukan dengan menggunakan cairan salin atau ringer yang dialirkan melalui saluran yang ada pada bronkoskop ke dalam bronkus yang dijumpai kelainan dan disedot kembali. Jumlah cairan yang dialirkan 3-5 ml dan dapat diulang beberapa kali. Sekret yang diperoleh dilakukanpemeriksaan sitologi cairan bronkus.

2. Sikatan bronkus (bronchial brushing)




Spesimen diperoleh dengan menggunakan kateter, sikat dan jarum, sampel yang didapat selanjutnya diperiksa secara histologi.

Gambar 9. Aksesori prosedur sikatan bronkus, TBNA dan biopsi forsep.

3. Bronchoalveolar Lavage (BAL)

BAL bertujuan untuk mengambil spesimen yang terletak pada ujung saluran nafas (alveolus). Cairan salin atau ringer dimasukkan ke ujung scope bronkoskop kemudian disedot. Tindakan ini diulang beberapa kali sampai didapat sampel 100-300 ml untuk mendapatkan material yang cukup dari alveolus. Sampel yang didapat dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dan sitologi.

4. Biopsi endobronkial

Biopsi dapat dilakukan dengan menggunakan forcep, dimana ujung dari bronkoskop dekat dengan bidang visual lesi. Sampel yang didapat dilakukan pemeriksaan histologi.

5. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)

TBNA merupakan tindakan invasif minimal yang bertujuan untuk menegakkan diagnosis dan stage bronchogenik carcinoma dengan cara mengambil sampel kelenjar limfe mediastinum dengan menggunakan jarum atau forcep. Ini merupakan tindakan biopsi menembus trakeobronkus dengan jarum atau forcep menembus lesi/kelainan yang menekan trakeobronkial (trakea, bronkus utama, karina dan karina dua). TBNA juga dapat digunakan untuk mengambil sampel perifer, submukosa dan endobronkial. American Thoracic Society (ATS) membuat suatu sistem pemetaan untuk mengetahui lokasi kelenjar lymph. Untuk mengambil sampel pada tempat yang letaknya perifer, TBNA dilakukan dengan panduan fluroskopi untuk menentukan lokasinya.

Gambar 10. Maping sistem kelenjar limfe.

6. Biopsi paru transbronkial

Ini merupakan cara yang paling aman untuk mendapatkan biopsi dari parenkim paru. Prosedur ini sangat membantu untuk menegakkan diagnosis.

7. Biopsi lesi perifer

Tindakan ini dilakukan dibawah anestesi umum dengan menggunakan instrument fibrescope yang halus.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.wikipedia.com//bronkoskopi [15 Febuari 2011]

http://www.pdpersi.co.id/bronkoskopi [15 Febuari 2011]

http://id.wikipedia.org/wiki/bronkoskopi [18 Febuari 2011]

http://balimedhospital.co.id/konten/halaman_fasilitas.php?ditail=35 [19 Febuari 2011]

http://www.scribd.com/doc/46644675/BRONKOSKOPI [19 Febuari 2011]

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17044/3/Chapter II.pdf [19 Febuari 2011]

Wijanarko, Priyadi. 1993. Cermin Dunia Kedokteran. Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar